Monday, December 05, 2005
KOMENTAR SEHUBUNGAN DENGAN BUKU MELINTAS BATAS CAKRAWALA
BG: Buat saya adalah kebahagiaan dan kebanggan tersendiri karena nama saya ikut disebut bahkan lengkap nama lama dalam buku MBC tsb.
Ketika saya berikan buku tsb kepada Drs. Ongkie Hananto, sebagai tanda terima kasih Ongkie mengirimkan lumpia ke rumah saya. Saya heran kenapa saya yang diberikan karena seharusnya Pak Singgih yang lebih berhak. Untunglah Ongkie juga mengirimkan lumpia ke rumah Pak Singgih. Tetapi yang menarik tidak ada reaksi apa-apa dari Pak Singgih untuk lumpia tsb. Beda sekali kalau ada yang memberikan komentar terhadap buku BMC selalu dapat jawaban dari Pak Singgih. Berikut ini komentar yang berhasil saya kumpulkan.
From: "Singgih D. Gunarsa"
Date: Wednesday, August 17, 2005 3:06 PM
Beng,
Status buku tersebut adalah tetap ada pada Pencetak & Penerbitnya yakni BPK GM dan memiliki ISBN. Jadi resminya tidak boleh dikutip untuk diperbanyak. Barangkali tidak lama lagi dijual di Toko buku BPK. Saya membeli sekian ratus untuk dibagi-bagikan gratis kepada keluarga dan teman2 dekat. Jadi meskipun ada softcopy-nya di CD, sulit untuk dikutip langsung.
Beberapa orang seperti Pak Haryoko, Pak Wim Gobel, sudah saya menyuruh Sekretaris mengirimkan melalui pos. Tetapi banyak nama yang kamu sebut belum saya berikan. Kalau sudah mulai menipis, beritahu saya lagi nanti saya kirim lagi.Lucunya buku tsb. jadi laku keras dan dibaca oleh karyawan biasa sampai katanya tidak tidur, sampai2 pelatih tenis juga ikut2-an membaca sampai lembur dan bisa menceritakan ciri2 khusus saya, jadi lucu. Yang tadinya untuk generasi penerus dalam keluarga, jadi ramai.
Demikian untuk diketahui, Thanks.
Pak Singgih
From: "Bing A. Andimulia"
Date: Monday, October 24, 2005 11:39 PM
Bp, Singgih
Perkenalkan, saya Bing Ananta Andimulia, ketua pengurus Penabur Bogor. Selama ini saya sering dengar nama pak Singgih, tapi setelah membaca buku Melintas Batas Cakrawala yang diberikan pak Bambang Gunawan, saya makin paham tentang profil dan bagaimana pak Singgih berjuang.
Buku tersebut menginspirasi saya, bahwa hidup ini perlu diisi dan diperjuangkan.
Bagian yang berkesan buat saya antara lain adalah bagaimana kegigihan bapak untuk masuk SMAK Pintu Air, sekalipun dimulai dengan penolakan.
Juga bagaimana bp, keluar dari kegagalan di FK UI. Pasti itu tidak mudah.
Terima kasih buat pak Bambang Gunawan yang memberikan buku yang bagus dan inspiratif. Saya akan taruh di perpusatakaan SMP dan SMA, agar murid2 Penabur Bogor bisa terbuka, bahwa hidup miskin, tidak berarti tidak ada masa depan.
Terima kasih pak Singgih.
Salam.
Bing A. Andimulia
From: Singgih D. Gunarsa
Sent: Tuesday, October 25, 2005 7:52 PM
Pak Bing yang terhormat.
Terima kasih atas komentar Bapak terhadap buku saya. Saya sungguh merasa tersanjung.
Message yang saya ingin sampaikan adalah bagaimana kehidupan yang un/under-privilege dapat menciptakan keberhasilan, apabila kita berkemauan keras dan gigih untuk mencapai sesuatu.
Sekali lagi terima kasih,
Salam dan hormat saya,
Singgih D. Gunarsa
From: "Yohan Sumaiku"
Date: Sunday, November 13, 2005 4:34 PM
Halo Pak Bambang: Saya baru selesai baca autobio nya Pak Singgih. Mungkin Pak Bambang akan meneruskan surat/email saya ini kpd Pak Singgih. Saya percaya kalau Pak Singgih masih ingat saya. Tetapi utk mempermudah pengeluaran arsip ingatan Pak Singgih, saya akan ceriterakan sedikit siapa saya ini. Sekitar tahun 1963-1964 saya tinggal di Jakarta selama hanya satu tahun. Saya tinggal di Jl. Matraman 9B dirumahnya ibu Thio. Pada waktu itu saya konsultasi dng Pak Singgih. Saya jalan kaki dr Jl. Matraman ke Fak Psy UI di Jl. Diponegoro dan saya sekolah di SMAK Pintu Air kelas 1. Saya diberikan test berupa gambar-gambar yg seperti sering anak-anak buat, yaitu kalau tinta diteteskan ke kertas dan kertas tsb dilipat dua lantas dibuka kembali maka akan terlihat gambar berupa kupu-kupu atau bentuk lainnya. Lantas saya disuruh memberikan interpretasi, apa yg saya lihat didalam gambar tsb. Satu hari saya sudah bosan dengan test semacam itu, dan saya sangat sukar utk menceriterakan isi hati saya (rupanya test tsb satu cara tdk langsung utk mengorek keluar apa yg ada didlm pikiran saya), lantas Pak Singgih permisi sebentar keluar ruangan, waktu itu saya kabur pulang dan tidak mau meneruskan test tsb. Pada waktu itu saya melihat Pak Singgih sebagai sosok tubuh orang dewasa yg tampak dingin dan tidak berkesan, kurang ramah, mungkin baru belajar praktek jadi psikolog analist dan harus perlihatkan muka imparsial. Disamping itu saya juga di test IQ oleh seorang ibu (lupa namanya) dan dikatakan kalau saya hanya bisa melanjutkan sekolah jurusan social saja (mungkin test ini saya lakukan bukan th 1963-1964, mungkin waktu saya sudah dikelas 2 atau 3 SMA di Sukabumi).
Pada halaman 65 dr buku Pak Singgih dikatakan kalau Pak Singgih mempunyai catatan lengkap ttg pasien-pasiennya. Apakah Pak Singgih masih memiliki catatan ttg saya? Saya hanya penasaran pingin tahu ttg diri saya pd waktu th 1963-1964 itu. Saya masih ingat sebahagian, ttp sudah samar-samar. Pada sekitar awal thn 1980-an tahun-tahun pertama perkawinan saya diawali dengan pagelaran peperangan dengan istri saya yg awal mulanya disebabkan oleh ketidak cocokan pendapat dan pandangan hidup berkeluarga. Akhirnya kita berdua memutuskan utk datang konsultasi kembali ke Pak Singgih di RS Husada (d/h Yang Seng Ie).
Berikut ini beberapa response dan pertanyaan saya:
Buku Melintas Batas Cakrawala (selanjutnya saya singkat MBC) sangat bagus utk saya pribadi begitu juga utk pembaca lainnya. Sebuah buku tabula rasa dr Pak Singgih dimana pengalaman manis dan pahitnya Pak Singgih serta bagaimana Pak Singgih melawan dan mengatasi segala kesukaran dan tantangan bisa kita pakai utk contoh didalam menjalankan kehidupan pribadi pembaca sendiri.
Satu hal yg saya mau tanyakan, pada saat-saat Pak Singgih mendapat tantangan dlm bentuk ketidak adilan atau kesukaran lainnya, kelihatannya Pak Singgih mengatasi kesukaran-kesukaran ini sendiri saja. Misalnya ketika Pak Singgih ditolak mentah-mentah masuk SMAK Pintu Air, saya tdk membaca dengan jelas siapakah yg memberikan penghiburan dan memberikan semangat dan membangkitkan kembali semangat Pak Singgih pd waktu Pak Singgih mengalami depresi berat, apakah ibu Pak Singgih saja? Atau ada orang lain juga, atau Pak Singgih sendirian saja? Saya agak marah ketika membaca bagaimana perlakuan tata usaha SMAK Pintu Air thdp Pak Singgih. Tanpa melihat angka rapor, hanya melihat sosok tubuh saja sudah ditolak. Itulah salah satu contoh kehidupan Jakrta yg serba ‘keras’ itu. Ini pernah terjadi juga pd diri saya bersama teman saya, ketika masih kuliah di Teknik Perminyakan ITB, kita berdua turun ke Jkt (thn 1971) dan turun naik bis kota di Jkt utk minta sumbangan ke perusahaan-perusahaan di Jkt utk dananya dipakai mengadakan pameran buku di ITB. Ketika masuk kantor Astra, sekertaris yg memandang saya dan kawan saya itu, menjengkelkan sekali, cara matanya memandang itu lo, tanpa berkedip melihat pakaian kami berdua dari atas sampai kebawah, dan menolak kita dng mengatakan kalau bossnya tidak ada dikantor. Contoh lain ketika Pak Singgih gugur dari FK-UI dan harus keluar. Pukulan yg sangat berat sekali sebab utk bisa masuk FK-UI itu sangat sukar sekali. Siapakah yg menghibur dan membangkitkan kembali semangat Pak Singgih waktu itu? Apakah hanya cukup dengan sajak Lagu kekalahan di hal 57 bisa membuat Pak Singgih bangkit kembali?
Ceritera pengalaman seorang turunan peranakan Tionghoa itu berkesan sekali sebab saya juga turunan peranakan. Perasaan bangga kalau bisa diterima di HCS dan perasaan minder ketika masuk di HIS Muhammadiyah. Sebetulnya pengalaman Pak Singgih masuk HIS Muhammadiyah adalah merupakan berkat yg terselubung (blessing in disguise). Mungkin dr situ juga yg membuat Pak Singgih tdk banyak mengalami kesukaran didalm berbaur dng penduduk asli (pakai istilahnya orba).
Buku MBC ini bermanfaat sekali bagi saya utk menyambung dan menyelesaikan sisa kehidupan saya sampai saya selesai digaris finish dengan sebaik-baiknya, mungkin saya tdk akan sampai dipuncak yg setinggi puncaknya Pak Singgih, ttp kalau bisa saya selesaikan dan tutup kehidupan saya dengan baik itu sudah cukup bagi saya. Sajak AKU ADALAH AKU dihalaman 164 dan 165 itu sangat bagus sekali dan meberikan semangat yg baik bagi saya. Ttp ketika saya baca bait ke-5 dimana dituliskan “Aku tidak menerima pemberian, bantuan, belas kasihan,” saya merasa sedikit kecewa, krn saya sampai hari ini masih sering dpt bantuan ataupun belas kasihan dr sesama saya. Jadi saya belum tentu bisa menjadi AKU ADALAH AKU. Mungkin yg perlu saya tarik dr kata-kata diatas ialah semangatnya itu, sebab saya pikir mana mungkin kita hidup di dunia ini tdk menerima pertolongan orang lain? Mohon maaf Pak Singgih, saya tdk bermaksud mengkritik bukunya/sajaknya Pak Singgih lo.
Akhir kata saya ingin mengucapkan banyak terima kasih utk diberikan kesempatan bisa membaca autobiografinya Pak Singgih dan bisa berkonsultasi dng Pak Singgih didalam kehidupan saya ini. Kalau Pak Singgih masih ada catatan ttg saya, pasti ada huruf GR nya dicatatan saya itu, krn saya selalu konsultasi gratis. Disini, di Amerika, sekali konsultasi saya dengar bisa bayar $250 per jam (di California).
Salam dari bekas pasien Pak Singgih yg masih di rantau di Golden, Colorado. O ya, saya juga memperoleh gelar Ph.D. saya di bulan Desember 1998. Major saya Economy dengan minor Petroleum Engineering krn saya memperoleh Ir dijurusan Teknik Perminyakan dr ITB.
Yohan Sumaiku
From: "Singgih D. Gunarsa"
Date: Wednesday, November 16, 2005 3:41 PM
Dear Yohan,
Pertama-tama saya sampaikan terima kasih atas komentar yang Yohan telah berikan terhadap buku saya. Entah bagaimana ceritanya jadi sampai ke Yohan di Amerika.
Sebenarnya ada secercah message yang ingin saya sampaikan utamanya dalam lingkungan keluarga sendiri. Mengapa anak-anak sekarang yang begitu kecukupan, tetapi kurang drive untuk mencapai dan mendapat sesuatu. Tentu saya melihatnya dalam lingkungan keluarga sendiri. Seolah-olah (kalau bicara sombongnya) saya mau berteriak kepada mereka: Hidup jangan cengeng, lihatlah aku yang under – less-privileged toch dapat mencapai puncak prestasi.
Yohan, jujur saja saya masih ingat masalah Yohan, meskipun tidak mendetail, seperti halnya terhadap pasien2 lain (tentu tidak semua) dan memang setiap pertemuan/percakapan saya rekam dalam benak/otak saya dan menunggu saat di click untuk mengeluarkan dari bawah atau ketidak sadaran saya. Biasanya ada clue–nya yang memancing keluarnya ingatan. Jadi bisa dibayangkan betapa otak saya sudah overloaded/over-burdened. Untuk Yohan ketahui, saya baru berhenti praktek kira2 setengah tahun yang lalu, karena praktek memang melelahkan, disamping sekarang perjanjian waktu sulit dipenuhi. Saya ingin memenuhi/menjawab pertanyaan2 Yohan sebaik-baiknya.
Dalam setiap menghadapi tantangan, masalah, kesulitan, tidak ada seorang pun yang membantu saya karena memang saya tidak pernah meminta bantuan siapa pun. Saya hadapi dan atasi sendiri, Itulah mungkin yang menyebabkan saya tumbuh menjadi sosok yang kaku, over-confidence, seolah-olah terlatih untuk mengatasi dan keluar dari masalah dari hasil pemikiran sendiri.Contoh yang lucu. Sekarang saya adalah Ketua Badan Pimpinan Yayasan (setelah pensiun dari UI) Tarumanagara yang “membawahi” begitu banyak orang, termasuk pimpinan Universitas yang cukup besar dan sungguh suatu predikat yang lucu diberikan kepada saya bahwa saya adalah seorang yang “menyeramkan”, sehingga orang “segan” kalau harus “menghadap saya”.
Saya ingin coba menjelaskan mengenai masalah “pemberian, “bantuan” dari orang lain. Pada hakikatnya ini adalah juga contoh atau kalau lebih aktif lagi adalah nasihat agar kita tidak mengandalkan pada uluran tangan dan bantuan dari orang lain, dari siapa saja. Jadi sebaliknya: percaya diri, percaya pada kekuatan dan sumber yang ada pada diri sendiri. Tentu ini mengandung arti perkembangan dan pengembangan pribadi untuk mencapai sesuatu tujuan atau cita-cita. Pada akhirnya saya bangga Yohan sudah mencapai Ph.D., seperti halnya anak bimbingan saya yang lain yang juga sudah memperoleh Ph.D. di MIT (Lihat hal 69-70). Salam dan terima kasih atas perhatiannya. Singgih D. Gunarsa
From: "Anne Ranti e/o Lody Tjia"
Date: Wednesday, November 30, 2005 6:06 AM
Kalau boleh saya memberikan kesan mengenai buku Melintas Batas Cakrawala:
Terharu dan kagum. Inilah yang saya rasakan ketika ditengah panas udara Jakarta - tapi karena asyik membaca tidak terasa - membaca buku Melintas Batas Cakrawala.
Bidang keilmuann yang begitu melekat, tidak bisa lepas dalam tulisan ini. Pak Singgih (panggilan akrabnya bagi saya) melalui bukunya masih "mengajar".
Saya belajar melalui analisa perilaku yang dibahasnya seta kekuatan dan ketangguhannya yang tercetak dalam riwayat kehidupannya yang berat.
Terlintas dalam pikiran, entah kapan akan muncul lagi sosok yang sedemikian jauh lompatannya dalam satu masa kehidupannya. Kemauan keras dan kemandirian tercermin dalam kehidupan yang dijalani dan dalam "Aku Adalah Aku", yang muncul di bagian ahir, saat telah mencapai cakrawala. Terimakasih kepada Pak Singgih untuk buku ini, salam hormat sedalam-dalamnya
juga untuk Ibu Singgih - Tuhan berkati.
Penerus di P4 - BPK Penabur KPS Jakarta.
Anne L.Ranti
From: "Singgih D. Gunarsa"
Date: Wednesday, November 30, 2005 3:50 PM
Beng, tolong teruskan ke Ibu Anne karena saya tidak punya email address-nya.
Terima kasih Ibu Anne. Semula hanya mau mengungkapkan perjalanan hidup pribadi untuk kalangan terbatas. Jadi ditulis dalam waktu relatif pendek, mumpung ingatan masih cukup jernih (kondisi sekarang: sudah sering lupa-lupa). Satu dan lain karena kejengkelan melihat generasi muda yang terlalu mengandalkan pada orang tua, pada materi dan tidak/kurang terpacu untuk maju setinggi-tingginya. Itulah utamanya. Terus terang ketika sudah jadi buku, lantas muncul banyak auto-kritik, a.l. kekurangan2 atau kesalahan2 dalam penulisan dan tulisan atau cerita tersebut berakhir ketika diangkat sebagai Guru Besar. Padahal cerita pasca Guru Besar masih banyak. Entahlah mungkin itu disimpan untuk buku MBC jilid 2. Hanya mimpi saja.
Sampaikan terima kasih dari saya sekeluarga.
Salam sejahtera,
Singgih D. Gunarsa
From: "Singgih D. Gunarsa"
Date: Wednesday, November 30, 2005 8:59 PM
Beng,
Memang saya ambil/beli sekitar 700 buku dari jumlah buku 1000 yang dicetak, untuk dibagi-bagi gratis, karena perkiraan saya siapa yang mau beli buku seperti itu. Sama sekali tidak terbayang bahwa banyak orang asyik juga membacanya. Jilid 2 ?, wah nanti dulu karena tugas dalam pekerjaan sehari-hari masih menumpuk. Apa pun saya merasa sangat terharu dengan respons dan tanggapan dari banyak kenalan.
Terima kasih Beng untuk menyebarkan buku tersebut kepada kenalan. Di rumah masih ada beberapa puluh buku, disediakan bagi yang menginginkannya.
Pak Singgih
Terima kasih Beng.
Kiki, Thursday, December 01, 2005 9:27 AM
Pak Bg,
Terima kasih atas pemberian buku Menembus Batas Cakrawala - nya Pak Singgih.
Saya belum pernah bertemu dengan Pak Singgih walau nama beliau tidak asing untuk saya. Ketika melihat cover buku dengan foto Pak Singgih, saya berfikir ini foto sermasa mudanya Pak Singgih, entah benar atau tidak? Sebetulnya dalam bayangan saya Pak Singgih adalah seorang yang sudah tua benar (S3 = Sudah Sangat Sepuh, he..he.., saya cuma bergurau Pak).
Membaca buku Pak Singgih ini, saya seperti dibawa ketempat dimana beliau tinggal dan ikut menikmati enaknya makan buah dari pohon yang tumbuh di halaman rumah, menikmati juga pemandangan hamparan sawah yang sedang menguning. Saya jadi teringat kampung halaman saya sendiri.
Dari keseluruhan isi buku ini yang paling saya kagumi selain kemauan dan tekad untuk maju yang luar biasa, juga kejujuran dan keberanian Pak Singgih yang belum tentu ada pada kebanyakan orang, memaparkan/mengungkapkan mengenai ayahnya yang kesukaannya berjudi menyabung ayam. Ini sebetulnya adalah aib keluarga, tetapi diungkapkan juga dalam buku ini, sehingga saya beranggapan buku ini betul2 autobiogafi yang mengungkapkan apa adanya tentang Pak Singgih.
Salam,
Kiki.
From: CCF Indonesia
Sent: Monday, September 05, 2005 11:53 AM
Dear Pak Singgih,
Terima kasih banyak untuk kiriman buku Otobigrafi Bapak. Wah, hebat Pak Singgih.
Isinya juga sangat sangat menarik dan inspiratif. Saya sungguh senang
mendapatkannya, apalagi ada tanda tangan otentik penulisnya.
Buku akan kami kirimkan ke nama-nama seperti yang disebut Mbak Lisa: Bu Bernardine,
Bu Marjono, Pak Suranto, Pak Tri, Adam Toto, Tetty, Bebe, dan Rani. Masih ada sisa
2 buku, akan kami berikan ke Pak Peter Sondakh dan Pak Junardy (staf Pak Peter).
Pak, apabila ada orang yang berminat memiliki buku tersebut, bagaimana bisa
mendapatkannya? Apakah dijual di toko-toko buku?
Salam dan hormat saya,
Rani
From: Tjhang Sent: Monday, September 19, 2005 6:56 PMMemang saya belum e-mail mengenai bukunya Pak Singgih. Karena belum selesai bacanya. Hampir habis. Nah Sin Tjiang (Dr. Danny) ada di Holland dan dia telefoon saya, bilang eh Hannie, foto kamu adadibukunya Pak Singgih. Waduh jadi pada tau.............Sin Tjiang ini kan aktief di Penabur juga. Dia dokter kan dan anaknya tinggal di Belanda.Mengenai bukunya Pak Singgih, aduh..............saya baru tau bagaimana hidup dari kecil, berjuang mati2an untuk mencapai apa yang dicapai sekarang ini. Bagaimana sifat Pak Singgih dsb. Saya senang membacanya jadi lebih bisa mengenal Pak Singgih. Dulu waktu saya kuliah kan jarang dan sungkan mendekatinya.......................udah ditolong kan. Takutnya menyolok juga di fakultas.Lagi pula pergi ke Engeland kan. setahun lagi. Kedinginan dan harus cari makan lagi. Engga biasa masak kan. Tapi semua kesusahan dapat dilalui. Betul2 hebat. Ternyata Prof. Fuad Hasan sudah jadi prof. duluan dan bantu banyak ya. Dengan Pak Fuad saya banyak ngobrol karena setiap minggu saya kerja dibalapan kuda dan Pak Fuad selalu ada disitu. Jadi ngobrol2 dan juga dengan beberapa temen2 lain dari ui.Sebenernya saya kerja dibagian VIP, tapi karena Pak Fuad dan anak2 psy.lain dibawah VIP saya minta dikerjakan disitu. Maksudnya bisa ngobrol2 sambil kerja, hehhe. Nah banyak nama2 yang tertulis dalam buku Pak Singgih, kita tahu juga. Seperti Yap Kie Hien, kan saudaranya Yap Kie Tiong, Yap Kie Bing.Temennya pappie itu. Djoa Liang Ham juga kenal, dan dia pindah ke Holland dan sudah meninggal. Adik isterinya seringketemu karena tinggal di Utrecht.Dia nikah dgn. adiknya Liong Hauw sepak bola, yang Pak Singgih juga kenal.Nah ternyata kenal sama Arief Gosita ya??? Dia kan adiknya pendeta GOsana??? Dulu sering kerumah dan dia kenal mijn broers di Holland. Lalu ketemu Ci Juul dan pacaran, aduh....................seru juga ya duduk sebelahan dan.................achirnya jadi juga.Achirnya berkeluarga dan anak2 sudah berdikari ya. Tinggal kita menjadi tua rasanya. Dengan Alan juga saya berusaha selalu banyak ngobrol2 bertukar pikiran dsb. Karenadijaman kita kan soal begini juga kurang ya. Rasanya dengan ornag tua kita tidakboleh melawan dan harus turut.Bukunya Pak Singgih bagus seklai dan banyak yang bisa dimanfaatkan untuk kita dansaya ceritakan ke Alan.Supaya juga bisa ambil baiknya kan.Memang saya senang mengetahui bagaimana sesorang itu dan dari situ kita bisamendekatinya dan mengertikan sesorang. Waduh udah kepanjangan e-mailnya.Nanti akan saya baca habis dan kasih e-mail lagi.Salam untuk ci Juul.Daaaaaaag........Hannie
Ketika saya berikan buku tsb kepada Drs. Ongkie Hananto, sebagai tanda terima kasih Ongkie mengirimkan lumpia ke rumah saya. Saya heran kenapa saya yang diberikan karena seharusnya Pak Singgih yang lebih berhak. Untunglah Ongkie juga mengirimkan lumpia ke rumah Pak Singgih. Tetapi yang menarik tidak ada reaksi apa-apa dari Pak Singgih untuk lumpia tsb. Beda sekali kalau ada yang memberikan komentar terhadap buku BMC selalu dapat jawaban dari Pak Singgih. Berikut ini komentar yang berhasil saya kumpulkan.
From: "Singgih D. Gunarsa"
Date: Wednesday, August 17, 2005 3:06 PM
Beng,
Status buku tersebut adalah tetap ada pada Pencetak & Penerbitnya yakni BPK GM dan memiliki ISBN. Jadi resminya tidak boleh dikutip untuk diperbanyak. Barangkali tidak lama lagi dijual di Toko buku BPK. Saya membeli sekian ratus untuk dibagi-bagikan gratis kepada keluarga dan teman2 dekat. Jadi meskipun ada softcopy-nya di CD, sulit untuk dikutip langsung.
Beberapa orang seperti Pak Haryoko, Pak Wim Gobel, sudah saya menyuruh Sekretaris mengirimkan melalui pos. Tetapi banyak nama yang kamu sebut belum saya berikan. Kalau sudah mulai menipis, beritahu saya lagi nanti saya kirim lagi.Lucunya buku tsb. jadi laku keras dan dibaca oleh karyawan biasa sampai katanya tidak tidur, sampai2 pelatih tenis juga ikut2-an membaca sampai lembur dan bisa menceritakan ciri2 khusus saya, jadi lucu. Yang tadinya untuk generasi penerus dalam keluarga, jadi ramai.
Demikian untuk diketahui, Thanks.
Pak Singgih
From: "Bing A. Andimulia"
Date: Monday, October 24, 2005 11:39 PM
Bp, Singgih
Perkenalkan, saya Bing Ananta Andimulia, ketua pengurus Penabur Bogor. Selama ini saya sering dengar nama pak Singgih, tapi setelah membaca buku Melintas Batas Cakrawala yang diberikan pak Bambang Gunawan, saya makin paham tentang profil dan bagaimana pak Singgih berjuang.
Buku tersebut menginspirasi saya, bahwa hidup ini perlu diisi dan diperjuangkan.
Bagian yang berkesan buat saya antara lain adalah bagaimana kegigihan bapak untuk masuk SMAK Pintu Air, sekalipun dimulai dengan penolakan.
Juga bagaimana bp, keluar dari kegagalan di FK UI. Pasti itu tidak mudah.
Terima kasih buat pak Bambang Gunawan yang memberikan buku yang bagus dan inspiratif. Saya akan taruh di perpusatakaan SMP dan SMA, agar murid2 Penabur Bogor bisa terbuka, bahwa hidup miskin, tidak berarti tidak ada masa depan.
Terima kasih pak Singgih.
Salam.
Bing A. Andimulia
From: Singgih D. Gunarsa
Sent: Tuesday, October 25, 2005 7:52 PM
Pak Bing yang terhormat.
Terima kasih atas komentar Bapak terhadap buku saya. Saya sungguh merasa tersanjung.
Message yang saya ingin sampaikan adalah bagaimana kehidupan yang un/under-privilege dapat menciptakan keberhasilan, apabila kita berkemauan keras dan gigih untuk mencapai sesuatu.
Sekali lagi terima kasih,
Salam dan hormat saya,
Singgih D. Gunarsa
From: "Yohan Sumaiku"
Date: Sunday, November 13, 2005 4:34 PM
Halo Pak Bambang: Saya baru selesai baca autobio nya Pak Singgih. Mungkin Pak Bambang akan meneruskan surat/email saya ini kpd Pak Singgih. Saya percaya kalau Pak Singgih masih ingat saya. Tetapi utk mempermudah pengeluaran arsip ingatan Pak Singgih, saya akan ceriterakan sedikit siapa saya ini. Sekitar tahun 1963-1964 saya tinggal di Jakarta selama hanya satu tahun. Saya tinggal di Jl. Matraman 9B dirumahnya ibu Thio. Pada waktu itu saya konsultasi dng Pak Singgih. Saya jalan kaki dr Jl. Matraman ke Fak Psy UI di Jl. Diponegoro dan saya sekolah di SMAK Pintu Air kelas 1. Saya diberikan test berupa gambar-gambar yg seperti sering anak-anak buat, yaitu kalau tinta diteteskan ke kertas dan kertas tsb dilipat dua lantas dibuka kembali maka akan terlihat gambar berupa kupu-kupu atau bentuk lainnya. Lantas saya disuruh memberikan interpretasi, apa yg saya lihat didalam gambar tsb. Satu hari saya sudah bosan dengan test semacam itu, dan saya sangat sukar utk menceriterakan isi hati saya (rupanya test tsb satu cara tdk langsung utk mengorek keluar apa yg ada didlm pikiran saya), lantas Pak Singgih permisi sebentar keluar ruangan, waktu itu saya kabur pulang dan tidak mau meneruskan test tsb. Pada waktu itu saya melihat Pak Singgih sebagai sosok tubuh orang dewasa yg tampak dingin dan tidak berkesan, kurang ramah, mungkin baru belajar praktek jadi psikolog analist dan harus perlihatkan muka imparsial. Disamping itu saya juga di test IQ oleh seorang ibu (lupa namanya) dan dikatakan kalau saya hanya bisa melanjutkan sekolah jurusan social saja (mungkin test ini saya lakukan bukan th 1963-1964, mungkin waktu saya sudah dikelas 2 atau 3 SMA di Sukabumi).
Pada halaman 65 dr buku Pak Singgih dikatakan kalau Pak Singgih mempunyai catatan lengkap ttg pasien-pasiennya. Apakah Pak Singgih masih memiliki catatan ttg saya? Saya hanya penasaran pingin tahu ttg diri saya pd waktu th 1963-1964 itu. Saya masih ingat sebahagian, ttp sudah samar-samar. Pada sekitar awal thn 1980-an tahun-tahun pertama perkawinan saya diawali dengan pagelaran peperangan dengan istri saya yg awal mulanya disebabkan oleh ketidak cocokan pendapat dan pandangan hidup berkeluarga. Akhirnya kita berdua memutuskan utk datang konsultasi kembali ke Pak Singgih di RS Husada (d/h Yang Seng Ie).
Berikut ini beberapa response dan pertanyaan saya:
Buku Melintas Batas Cakrawala (selanjutnya saya singkat MBC) sangat bagus utk saya pribadi begitu juga utk pembaca lainnya. Sebuah buku tabula rasa dr Pak Singgih dimana pengalaman manis dan pahitnya Pak Singgih serta bagaimana Pak Singgih melawan dan mengatasi segala kesukaran dan tantangan bisa kita pakai utk contoh didalam menjalankan kehidupan pribadi pembaca sendiri.
Satu hal yg saya mau tanyakan, pada saat-saat Pak Singgih mendapat tantangan dlm bentuk ketidak adilan atau kesukaran lainnya, kelihatannya Pak Singgih mengatasi kesukaran-kesukaran ini sendiri saja. Misalnya ketika Pak Singgih ditolak mentah-mentah masuk SMAK Pintu Air, saya tdk membaca dengan jelas siapakah yg memberikan penghiburan dan memberikan semangat dan membangkitkan kembali semangat Pak Singgih pd waktu Pak Singgih mengalami depresi berat, apakah ibu Pak Singgih saja? Atau ada orang lain juga, atau Pak Singgih sendirian saja? Saya agak marah ketika membaca bagaimana perlakuan tata usaha SMAK Pintu Air thdp Pak Singgih. Tanpa melihat angka rapor, hanya melihat sosok tubuh saja sudah ditolak. Itulah salah satu contoh kehidupan Jakrta yg serba ‘keras’ itu. Ini pernah terjadi juga pd diri saya bersama teman saya, ketika masih kuliah di Teknik Perminyakan ITB, kita berdua turun ke Jkt (thn 1971) dan turun naik bis kota di Jkt utk minta sumbangan ke perusahaan-perusahaan di Jkt utk dananya dipakai mengadakan pameran buku di ITB. Ketika masuk kantor Astra, sekertaris yg memandang saya dan kawan saya itu, menjengkelkan sekali, cara matanya memandang itu lo, tanpa berkedip melihat pakaian kami berdua dari atas sampai kebawah, dan menolak kita dng mengatakan kalau bossnya tidak ada dikantor. Contoh lain ketika Pak Singgih gugur dari FK-UI dan harus keluar. Pukulan yg sangat berat sekali sebab utk bisa masuk FK-UI itu sangat sukar sekali. Siapakah yg menghibur dan membangkitkan kembali semangat Pak Singgih waktu itu? Apakah hanya cukup dengan sajak Lagu kekalahan di hal 57 bisa membuat Pak Singgih bangkit kembali?
Ceritera pengalaman seorang turunan peranakan Tionghoa itu berkesan sekali sebab saya juga turunan peranakan. Perasaan bangga kalau bisa diterima di HCS dan perasaan minder ketika masuk di HIS Muhammadiyah. Sebetulnya pengalaman Pak Singgih masuk HIS Muhammadiyah adalah merupakan berkat yg terselubung (blessing in disguise). Mungkin dr situ juga yg membuat Pak Singgih tdk banyak mengalami kesukaran didalm berbaur dng penduduk asli (pakai istilahnya orba).
Buku MBC ini bermanfaat sekali bagi saya utk menyambung dan menyelesaikan sisa kehidupan saya sampai saya selesai digaris finish dengan sebaik-baiknya, mungkin saya tdk akan sampai dipuncak yg setinggi puncaknya Pak Singgih, ttp kalau bisa saya selesaikan dan tutup kehidupan saya dengan baik itu sudah cukup bagi saya. Sajak AKU ADALAH AKU dihalaman 164 dan 165 itu sangat bagus sekali dan meberikan semangat yg baik bagi saya. Ttp ketika saya baca bait ke-5 dimana dituliskan “Aku tidak menerima pemberian, bantuan, belas kasihan,” saya merasa sedikit kecewa, krn saya sampai hari ini masih sering dpt bantuan ataupun belas kasihan dr sesama saya. Jadi saya belum tentu bisa menjadi AKU ADALAH AKU. Mungkin yg perlu saya tarik dr kata-kata diatas ialah semangatnya itu, sebab saya pikir mana mungkin kita hidup di dunia ini tdk menerima pertolongan orang lain? Mohon maaf Pak Singgih, saya tdk bermaksud mengkritik bukunya/sajaknya Pak Singgih lo.
Akhir kata saya ingin mengucapkan banyak terima kasih utk diberikan kesempatan bisa membaca autobiografinya Pak Singgih dan bisa berkonsultasi dng Pak Singgih didalam kehidupan saya ini. Kalau Pak Singgih masih ada catatan ttg saya, pasti ada huruf GR nya dicatatan saya itu, krn saya selalu konsultasi gratis. Disini, di Amerika, sekali konsultasi saya dengar bisa bayar $250 per jam (di California).
Salam dari bekas pasien Pak Singgih yg masih di rantau di Golden, Colorado. O ya, saya juga memperoleh gelar Ph.D. saya di bulan Desember 1998. Major saya Economy dengan minor Petroleum Engineering krn saya memperoleh Ir dijurusan Teknik Perminyakan dr ITB.
Yohan Sumaiku
From: "Singgih D. Gunarsa"
Date: Wednesday, November 16, 2005 3:41 PM
Dear Yohan,
Pertama-tama saya sampaikan terima kasih atas komentar yang Yohan telah berikan terhadap buku saya. Entah bagaimana ceritanya jadi sampai ke Yohan di Amerika.
Sebenarnya ada secercah message yang ingin saya sampaikan utamanya dalam lingkungan keluarga sendiri. Mengapa anak-anak sekarang yang begitu kecukupan, tetapi kurang drive untuk mencapai dan mendapat sesuatu. Tentu saya melihatnya dalam lingkungan keluarga sendiri. Seolah-olah (kalau bicara sombongnya) saya mau berteriak kepada mereka: Hidup jangan cengeng, lihatlah aku yang under – less-privileged toch dapat mencapai puncak prestasi.
Yohan, jujur saja saya masih ingat masalah Yohan, meskipun tidak mendetail, seperti halnya terhadap pasien2 lain (tentu tidak semua) dan memang setiap pertemuan/percakapan saya rekam dalam benak/otak saya dan menunggu saat di click untuk mengeluarkan dari bawah atau ketidak sadaran saya. Biasanya ada clue–nya yang memancing keluarnya ingatan. Jadi bisa dibayangkan betapa otak saya sudah overloaded/over-burdened. Untuk Yohan ketahui, saya baru berhenti praktek kira2 setengah tahun yang lalu, karena praktek memang melelahkan, disamping sekarang perjanjian waktu sulit dipenuhi. Saya ingin memenuhi/menjawab pertanyaan2 Yohan sebaik-baiknya.
Dalam setiap menghadapi tantangan, masalah, kesulitan, tidak ada seorang pun yang membantu saya karena memang saya tidak pernah meminta bantuan siapa pun. Saya hadapi dan atasi sendiri, Itulah mungkin yang menyebabkan saya tumbuh menjadi sosok yang kaku, over-confidence, seolah-olah terlatih untuk mengatasi dan keluar dari masalah dari hasil pemikiran sendiri.Contoh yang lucu. Sekarang saya adalah Ketua Badan Pimpinan Yayasan (setelah pensiun dari UI) Tarumanagara yang “membawahi” begitu banyak orang, termasuk pimpinan Universitas yang cukup besar dan sungguh suatu predikat yang lucu diberikan kepada saya bahwa saya adalah seorang yang “menyeramkan”, sehingga orang “segan” kalau harus “menghadap saya”.
Saya ingin coba menjelaskan mengenai masalah “pemberian, “bantuan” dari orang lain. Pada hakikatnya ini adalah juga contoh atau kalau lebih aktif lagi adalah nasihat agar kita tidak mengandalkan pada uluran tangan dan bantuan dari orang lain, dari siapa saja. Jadi sebaliknya: percaya diri, percaya pada kekuatan dan sumber yang ada pada diri sendiri. Tentu ini mengandung arti perkembangan dan pengembangan pribadi untuk mencapai sesuatu tujuan atau cita-cita. Pada akhirnya saya bangga Yohan sudah mencapai Ph.D., seperti halnya anak bimbingan saya yang lain yang juga sudah memperoleh Ph.D. di MIT (Lihat hal 69-70). Salam dan terima kasih atas perhatiannya. Singgih D. Gunarsa
From: "Anne Ranti e/o Lody Tjia"
Date: Wednesday, November 30, 2005 6:06 AM
Kalau boleh saya memberikan kesan mengenai buku Melintas Batas Cakrawala:
Terharu dan kagum. Inilah yang saya rasakan ketika ditengah panas udara Jakarta - tapi karena asyik membaca tidak terasa - membaca buku Melintas Batas Cakrawala.
Bidang keilmuann yang begitu melekat, tidak bisa lepas dalam tulisan ini. Pak Singgih (panggilan akrabnya bagi saya) melalui bukunya masih "mengajar".
Saya belajar melalui analisa perilaku yang dibahasnya seta kekuatan dan ketangguhannya yang tercetak dalam riwayat kehidupannya yang berat.
Terlintas dalam pikiran, entah kapan akan muncul lagi sosok yang sedemikian jauh lompatannya dalam satu masa kehidupannya. Kemauan keras dan kemandirian tercermin dalam kehidupan yang dijalani dan dalam "Aku Adalah Aku", yang muncul di bagian ahir, saat telah mencapai cakrawala. Terimakasih kepada Pak Singgih untuk buku ini, salam hormat sedalam-dalamnya
juga untuk Ibu Singgih - Tuhan berkati.
Penerus di P4 - BPK Penabur KPS Jakarta.
Anne L.Ranti
From: "Singgih D. Gunarsa"
Date: Wednesday, November 30, 2005 3:50 PM
Beng, tolong teruskan ke Ibu Anne karena saya tidak punya email address-nya.
Terima kasih Ibu Anne. Semula hanya mau mengungkapkan perjalanan hidup pribadi untuk kalangan terbatas. Jadi ditulis dalam waktu relatif pendek, mumpung ingatan masih cukup jernih (kondisi sekarang: sudah sering lupa-lupa). Satu dan lain karena kejengkelan melihat generasi muda yang terlalu mengandalkan pada orang tua, pada materi dan tidak/kurang terpacu untuk maju setinggi-tingginya. Itulah utamanya. Terus terang ketika sudah jadi buku, lantas muncul banyak auto-kritik, a.l. kekurangan2 atau kesalahan2 dalam penulisan dan tulisan atau cerita tersebut berakhir ketika diangkat sebagai Guru Besar. Padahal cerita pasca Guru Besar masih banyak. Entahlah mungkin itu disimpan untuk buku MBC jilid 2. Hanya mimpi saja.
Sampaikan terima kasih dari saya sekeluarga.
Salam sejahtera,
Singgih D. Gunarsa
From: "Singgih D. Gunarsa"
Date: Wednesday, November 30, 2005 8:59 PM
Beng,
Memang saya ambil/beli sekitar 700 buku dari jumlah buku 1000 yang dicetak, untuk dibagi-bagi gratis, karena perkiraan saya siapa yang mau beli buku seperti itu. Sama sekali tidak terbayang bahwa banyak orang asyik juga membacanya. Jilid 2 ?, wah nanti dulu karena tugas dalam pekerjaan sehari-hari masih menumpuk. Apa pun saya merasa sangat terharu dengan respons dan tanggapan dari banyak kenalan.
Terima kasih Beng untuk menyebarkan buku tersebut kepada kenalan. Di rumah masih ada beberapa puluh buku, disediakan bagi yang menginginkannya.
Pak Singgih
Terima kasih Beng.
Kiki, Thursday, December 01, 2005 9:27 AM
Pak Bg,
Terima kasih atas pemberian buku Menembus Batas Cakrawala - nya Pak Singgih.
Saya belum pernah bertemu dengan Pak Singgih walau nama beliau tidak asing untuk saya. Ketika melihat cover buku dengan foto Pak Singgih, saya berfikir ini foto sermasa mudanya Pak Singgih, entah benar atau tidak? Sebetulnya dalam bayangan saya Pak Singgih adalah seorang yang sudah tua benar (S3 = Sudah Sangat Sepuh, he..he.., saya cuma bergurau Pak).
Membaca buku Pak Singgih ini, saya seperti dibawa ketempat dimana beliau tinggal dan ikut menikmati enaknya makan buah dari pohon yang tumbuh di halaman rumah, menikmati juga pemandangan hamparan sawah yang sedang menguning. Saya jadi teringat kampung halaman saya sendiri.
Dari keseluruhan isi buku ini yang paling saya kagumi selain kemauan dan tekad untuk maju yang luar biasa, juga kejujuran dan keberanian Pak Singgih yang belum tentu ada pada kebanyakan orang, memaparkan/mengungkapkan mengenai ayahnya yang kesukaannya berjudi menyabung ayam. Ini sebetulnya adalah aib keluarga, tetapi diungkapkan juga dalam buku ini, sehingga saya beranggapan buku ini betul2 autobiogafi yang mengungkapkan apa adanya tentang Pak Singgih.
Salam,
Kiki.
From: CCF Indonesia
Sent: Monday, September 05, 2005 11:53 AM
Dear Pak Singgih,
Terima kasih banyak untuk kiriman buku Otobigrafi Bapak. Wah, hebat Pak Singgih.
Isinya juga sangat sangat menarik dan inspiratif. Saya sungguh senang
mendapatkannya, apalagi ada tanda tangan otentik penulisnya.
Buku akan kami kirimkan ke nama-nama seperti yang disebut Mbak Lisa: Bu Bernardine,
Bu Marjono, Pak Suranto, Pak Tri, Adam Toto, Tetty, Bebe, dan Rani. Masih ada sisa
2 buku, akan kami berikan ke Pak Peter Sondakh dan Pak Junardy (staf Pak Peter).
Pak, apabila ada orang yang berminat memiliki buku tersebut, bagaimana bisa
mendapatkannya? Apakah dijual di toko-toko buku?
Salam dan hormat saya,
Rani
From: Tjhang Sent: Monday, September 19, 2005 6:56 PMMemang saya belum e-mail mengenai bukunya Pak Singgih. Karena belum selesai bacanya. Hampir habis. Nah Sin Tjiang (Dr. Danny) ada di Holland dan dia telefoon saya, bilang eh Hannie, foto kamu adadibukunya Pak Singgih. Waduh jadi pada tau.............Sin Tjiang ini kan aktief di Penabur juga. Dia dokter kan dan anaknya tinggal di Belanda.Mengenai bukunya Pak Singgih, aduh..............saya baru tau bagaimana hidup dari kecil, berjuang mati2an untuk mencapai apa yang dicapai sekarang ini. Bagaimana sifat Pak Singgih dsb. Saya senang membacanya jadi lebih bisa mengenal Pak Singgih. Dulu waktu saya kuliah kan jarang dan sungkan mendekatinya.......................udah ditolong kan. Takutnya menyolok juga di fakultas.Lagi pula pergi ke Engeland kan. setahun lagi. Kedinginan dan harus cari makan lagi. Engga biasa masak kan. Tapi semua kesusahan dapat dilalui. Betul2 hebat. Ternyata Prof. Fuad Hasan sudah jadi prof. duluan dan bantu banyak ya. Dengan Pak Fuad saya banyak ngobrol karena setiap minggu saya kerja dibalapan kuda dan Pak Fuad selalu ada disitu. Jadi ngobrol2 dan juga dengan beberapa temen2 lain dari ui.Sebenernya saya kerja dibagian VIP, tapi karena Pak Fuad dan anak2 psy.lain dibawah VIP saya minta dikerjakan disitu. Maksudnya bisa ngobrol2 sambil kerja, hehhe. Nah banyak nama2 yang tertulis dalam buku Pak Singgih, kita tahu juga. Seperti Yap Kie Hien, kan saudaranya Yap Kie Tiong, Yap Kie Bing.Temennya pappie itu. Djoa Liang Ham juga kenal, dan dia pindah ke Holland dan sudah meninggal. Adik isterinya seringketemu karena tinggal di Utrecht.Dia nikah dgn. adiknya Liong Hauw sepak bola, yang Pak Singgih juga kenal.Nah ternyata kenal sama Arief Gosita ya??? Dia kan adiknya pendeta GOsana??? Dulu sering kerumah dan dia kenal mijn broers di Holland. Lalu ketemu Ci Juul dan pacaran, aduh....................seru juga ya duduk sebelahan dan.................achirnya jadi juga.Achirnya berkeluarga dan anak2 sudah berdikari ya. Tinggal kita menjadi tua rasanya. Dengan Alan juga saya berusaha selalu banyak ngobrol2 bertukar pikiran dsb. Karenadijaman kita kan soal begini juga kurang ya. Rasanya dengan ornag tua kita tidakboleh melawan dan harus turut.Bukunya Pak Singgih bagus seklai dan banyak yang bisa dimanfaatkan untuk kita dansaya ceritakan ke Alan.Supaya juga bisa ambil baiknya kan.Memang saya senang mengetahui bagaimana sesorang itu dan dari situ kita bisamendekatinya dan mengertikan sesorang. Waduh udah kepanjangan e-mailnya.Nanti akan saya baca habis dan kasih e-mail lagi.Salam untuk ci Juul.Daaaaaaag........Hannie